Jumat, 01 Februari 2013

pemusatan kekuasaan


Tugas Praktikum Ke-10                    Hari/Tanggal : Rabu/21 November 2012
Mata Kuliah Sosiologi Umum                        Ruang Kuliah   : CCR 1.04
TERJADINYA PEMUSATAN KEKUASAAN
Catatan untuk Bachrudin Martosukarto
Oleh Sulardi
PENGGULINGAN KEKUASAAN: ANTARA ORLA DAN ORBA
Oleh Panji Semirang
SAMPANG DAN TRADISI PERLAWANAN
Oleh Anwar Hudijono
Disusun oleh:
Muhammad Salman Alfarisi/F14120124
Kelompok Praktikum 8
Asisten Dosen:
Vioci Vesa Denia/I24090017


 
Ikhtisar bacaan 1
            Sejak kemerdekaan, bangsa ini masih terengah-engah untuk menciptakan bangunan hukum yang kokoh dan demokratis.Telah lama bangsa Indonesia menjalani kehidupan politik yang otoriter dengan pemusatan kekuasaan pada presiden. Hal ini terlihat dari penyusunan konstitusi yang cenderung menitikberatkan segala kekuasaan pada presiden.
            Contoh daripenyimpangan ini adalah dengan adanya maklumat Presiden No 1 tahun 1946 yang menjadi landasan bagi presiden untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan sepenuhnya. Selain itu, saat itu muncul TAP MPRS yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Namun akhirnya penyimpangan ini diakhiri dengan ditumpasnya G30S/PKI.
                Kemudian pemerintahan Indonesia pun diganti dengan pemerintahan Orde Baru. Pada masa ini terjadi doktrin bahwa apa yang dikatakan pemerintah adalah selalu benar adanya. Karenanya, DPR menjadi sebuah badan yang ompong.  Kekuasaan  presiden pun semakin besar. Setelah itu, presiden pun mulai “meranjah” kekuasaan MPR. Presiden, yang seharusnya “seolah-olah” menjadi mandataris MPR, malah benar-benar menjadi mandataris MPR. Alhasil, kedaulatan MPR pun diambil alih oleh presiden.
                Jalan keluar yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan melakukan reformasi politik. Namun, untuk dapat merealisasikannya, diperlukan kemauan dan usaha yang gigih dari penguasa negeri ini untuk benar-benar melakukan perubahan.

Ikhtisar bacaan 2
                Orde Lama (Orla) adalah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa Soekarno. Sedangkan Orde Baru (Orba) adalah suatu tatanan yang mengantikan Orde lama. Dalam pergantian dari Orla ke Orba ini terjadi pertumbahan darah.yang dilakukan oleh PKI. Namun, ternyata Orba masih saja belum sesuai dengan konsep demokrasi yang diinginkan rakyat. Untuk itulah, pada tahun 1998 terjadi demo besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa seluruh Indonesia untuk menuntut perubahan menuju pemerintahan reformasi. Dalam proses pergantian Orba ke reformasi ini juga terjadi pertumpahan darah yang dialami oleh para mahasiswa dari Universitas Trisakti.
                Ada  persamaan dalam dua proses pergantian kekuasaan ini, yaitu keduanya terjadi akibat adanya rasa tidak suka terhadap presiden yang diangap terlalu berkuasa. Ada juga perbedaannya, yang pertama adalah pada pergantian Orla menuju Orba marinir ada bersama para pendemo, namun pada pergantian Orba menuju reformasi militer tidak berdiri untuk mendukung para pendemo. Yang kedua, pada pergantian orba menuju reformasi, media massa sangat berperan dalam menyebarkan berita saat demo berlangsung, sedangkan pada pergantian orla tidak.. Yang terakhir, perbedaannya terletak pada jumlah korban. Pergantian menuju pemerintahan reformasi lebih banyak memakan korban.

Ikhtisar Bacaan 3
                Masyarakat Sampang (Madura) telah dikenal sebagai sosok masyarakat yang kaku dan keras. Mereka menjadi terkenal karena aksi-aksi heroik mereka dalam menentang kezaliman pemerintah. Contohnya adalah Tragedi Nipah. Aksi mereka pada tahun 1993, ketika para petani miskin maju menerjang peluru aparat militer untuk memperjuangkan hak-hak dan martabat mereka atas tanah yang akan dijadikan waduk. Bukan hanya itu saja. Pada tahun 1997 masyarakat Sampang bergolak menentang hasil pemilu karena dinilai tidak jujur dan tidak adil, penuh kecurangan dan rekayasa untuk memenangkan Golkar, partainya para penguasa.
                Rupanya perlawanan memang sudah menjadi ornamen kultural masyarakat Sampang sejak lama. Ketika marak terjadi penggarapan partai-partai politik untuk memenangkan Golkar dalam pemilu 1971, Sampang dijadikan sebagai basis Nahdlatul Ulama (NU) dalam melakukan perlawanan terhadap Golkar. Usaha itu membuahkan hasil. Akhirnya NU mendapatkan kursi lebih banyak daripada Golkar.
                Sampai rezim Orde Baru runtuh, Sampang dikenal sebagai daerah yang sulit “ditaklukkan”. Mereka mampu dan mau melawan rezim pemerintah. Hal ini mungkin saja terjadi karena mereka mewarisi tradisi perlawanan yang terbentuk melalui perjalanan sejarah yang panjang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar