Tugas Praktikum
Ke-3 Hari/Tanggal :
Rabu/19 September 2012
Mata Kuliah
Sosiologi Umum Ruang
Kuliah : CCR 1.04
“STRUKTUR
INTERAKSI KELOMPOK ELIT DALAM PEMBANGUNAN”
penelitian di tiga
desa santri
Oleh : Sunyoto
Usman
“TOLONG
BANTUPERBAIKI PERTANIAN KAMI”
Oleh : Muhammad
Syaifullah
Disusun oleh:
Muhammad Salman
Alfarisi/F14120124
Kelompok Praktikum
7
Asisten Dosen:
Vioci Vesa
Denia/I24090017
Ikhtisar
bacaan 1
Elit,
sebuah kata yang umumnya berkonotasi negatif yang serimg dihubungkan dengan
kelompok orang yang serba glamour, tidak peduli dengan kepentingan dan keadaan
sosial disekitarnya. Namun dalam sosiologi, kelompok elit yang dimaksud adalah
mereka yangberwibawa, disegani, dihormati, kaya, dan berkuasa. Mereka adalah
kelompok minoritas superior. Sedangkan massa adalah kelompok mayoritas
inferior. Ada dua penjelasan
pendapat tentang kelahiran kelompok elit yaitu lahir dari proses yang alami dan
lahir akibat kompleksitas organisasi sosial. Kelompok elit sangat potensial
sebagai agen perubahan, terutama dalam fungsinya yang menghubungkan antara
kemauan pemerintah dan kepentingan masyarakat agar tidak terjadi miss
komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Kelompok elit juga diisi oleh
informal leaders. Dalam masyarakat masih ditemukan tipologi elit lain yang
berada di luar garis birokrasi (non-legitimated elits).
Dilakukan penelitian di tiga desa santri yang memiliki
kaum elit dari kalngan sendiri yang sianggap paling berpengaruh di sesa
tersebut. Untuk mengidentifikasi hal ini, digunakan tiga macam pendekatan,
yaitu : positional approach, reputational approach, decisonal approach.
Ditemukan 79 elit desa yg kemudian menjadi beberapakategori : 37 pamong desa,
18 pemuka agama, dan 24 petani kaya.
Ada dua alasan penting mengapa tiga desa santri dalam
wilayah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dipilih sebagai lokasi penelitian, yaitu
: banyak jumlah anggota masyarakat yang menjadi pengikut thoriqot Qodiriyah
Naqsabandiyah, anggota masyarakat ketiga desa tersebut memiliki daya dukung
yang kuat terhadap ketahanan organisasi sosial politik islam.
Dalam menghitung data, penelitian
ini menggunakan program komputer network analysis yang dirancang oleh Robert Kylberg (1986).
Kedudukan elit dalam jaringan dapat dikategorikan manjadi tiga macam, yaitu :
the liaison, the bridge, the ember, the isolated. Dalam kehidupan masyarakat
desa yang relatif masih terisolir, mempertahankan struktur macam itu tidak
terlalu menjadi masalah karena kepentingan politik mereka belum begitu
kompleks. Tetapi dalam kehidupan masyarakat desa yang terbuka tidak lagi
bersahaja, sebab tuntutan dan kemauan anggota masyarakat mulai majemuk. Sudah
tiba saatnya elit desa saling bahu membahu, mengubah interaksi antar mereka
dari yang biasanya dilakukan untuk menjawab kepentingan masing-masing ke arah
hubungan yang koordinatif yang dilandasi keinginan untuk mewujudkan
kesejahteraan desa.
Ikhtisar
bacaan 2
Pertemuan antara beberapa jagawana yang
dipimpin Ade Suharso dengan beberapa tokoh masyarakat di Kondolo sangat
menyejukkan. Tak ada kesan saling bermusuhan, bahkan ketika dialog dibuka,
dengan lancar mereka mengungkapkan apa–apa yang mereka alami. Kepala Dusun
Kandolo, Manap, mengungkapkan bahwa ia tahu tugas beberapa jagawana adalah
untuk menjaga hutan. Tetapi, warga sendiri terpaksa membuka hutan untuk
mempertahankan hidup. Umumnya, masyarakat disini bukan pencari kayu untuk di
jual melainkan untuk di bikin menjadi kayu arang. Hal senada juga diungkapkan
oleh Andi Mappotolo, tokoh masyarakat Kondolo. Ia mengatakan bahwa petugas
hendaknya tidak melarang warga yang benar–benar mencari kayu untuk membuat kayu
arang.
Usai pertemuan itu, Ade Suharso
mengatakan kepada kompas bahwa dusun-dusun yang sulit ditemui karena para
petugas jagawana tidak berani untuk berlama-lama di daerah itu karena mereka
dimusuhi. Perlawanan warga ini merupakan bentuk penolakan paling keras terhadap
upaya Balai TN Kutai melakukan penyelamatan kawasan hutan konservasi ini, dan
memperingatkan agar mereka tidak memperluas lahan dan pemukiman. Menurut Ade
Suharso, ketegangan yang terjadi antara petugas lapangan dengan warga
masyarakat karena terputusnya komunikasi antara kedua belah pihak. Mereka yang
sudah lama tinggal di kawasan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan. Karena
kemiskinan mereka disebabkan pemerintah daerah yang minim memperhatikan mereka.
Menurut Tony, pengelolaan TN Kutai selama 20 tahun terakhir tidak pernah
memperhatikan comunity development terhadap permukiman di dalam kawasan.
Masyarakat yang bermukim di kawasan
TN Kutai mencapai 15.000 orang atau mencapai 3.000 kepala keluarga. Kompas
menyaksikan, bahwa warga yang mencari kayu arang hanya bisa dihitung dengan
jari. Yang banyak terlihat justru perkebunan-perkebunan rakyat secara
besar-besaran, penebangan dan pengangkutan kayu ulin, pengkaplingan lahan, dan
pengusahaan tanah. Para pelaku ini bukan hanya rakyat kecil, tetapi juga
orang-orang bermodal dan beberapa oknum Kepala Desa serta Babinsa setempat juga
ikut membagi-bagi lahan didaerah ini. Menurut Tonny, warga setempat dengan
orang luar sudah ada saling kerja sama dalam pembagian lahan TN Kutai. Tony
juga berpendapat bahwa sebenarnya kita sudah mengetahui siapa saja yang menjadi
pelaku perambahan di hutan ini, bahkan polisi juga mengetahuinya. Tetapi apa
artinya jika hukum tidak bisa ditegakkan. Hal ini hanya mengancam pegawai jika
diungkapkan.
Perusahan pertambangan batubara terbesar di
Kaltim, perusahan pupuk PT Pupuk Kaltim, dan perusahan kilang pengelolahan gas
alam cair PT Badak adalah magnet bagi para pencari kerja untuk terus
berdatangan. Menurut Direktur Yayasan Bina Kelola Lingkugan (Bikal), Adief
Mulyadi, persoalan TN Kutai tidak bisa dilihat secara parsial. Beban terbesar
yang diterima TN Kutai sejak awal, yakni tidak adanya singkronisasi kebijakan
hutan antara pemerintah pusat, pemda Kaltim dan pemda Kutai. Lihat saja, kata
Adhief, kebijakan penetapan tiga desa definitif tidak disesuaikan oleh
kebijakan pengelolaan TN Kutai. Akibatnya, tidak ada batasan yang jelas
wilayah-wilayah desa mereka dan kawasan TN Kutai sendiri.Keadaan ini yang
membuat hubungan antara jagawana dan warga menjadi ada jarak atau bahkan
berbenturan kepentingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar