Jumat, 01 Februari 2013

Resume 5 Sosiologi Umum


Tugas Praktikum Ke-5                      Hari/Tanggal : Rabu/03 Oktober 2012
Mata Kuliah Sosiologi Umum                        Ruang Kuliah   : CCR 1.04

OMPU MONANG NAPITUPULU INGIN SEDERHANAKAN BUDAYA BATAK
Oleh : Arbain Rambey
KEHIDUPAN SUKU DAYAK KENYAH DAN MODANG DEWASA INI
Oleh : Franky Raden
Disusun oleh: Muhammad Salman Alfarisi/F14120124
Kelompok Praktikum 7
Asisten Dosen:
Vioci Vesa Denia/I24090017


 
Ikhtisar bacaan 1
Pembaca surat kabar di Medan seakan dibombardir dengan iklan yang mengajak agar masyarakat Batak Toba mengusir perusahaan yang merusak lingkungan Bona Pagosit. Lingkungan Bona Pasogit adalah bahasa sub-etnik Batak Toba untuk menyebut daerah tempat tinggal mereka di Sumatera Utara, tepatnya di sekitar Danau Toba. Pemasang iklan itu adalah Parbato atau Pertungkoan Batak Toba, sebuah organisasi kesukuan yang berdiri pada bulan Agustus 1997. Gerakan kesukuan ini menimbulkan pertanyaan, tidakkah gerakan kesukuan merupakan langkah mundur di tengah arus globalisasi. Tetapi menurut Ompu Monang, ketua Parbato sejak 1997, banyak masalah hanya bisa didekati secara etnis. Dia juga memaparkan pentingnya tiap etnis di Indonesia punya kesadaran diri untuk menggalang solidaritas kecil yang akhirnya berguna untuk solidaritas Indonesia secara keseluruhan.Batak toba merupakan salah satu sub-etnis suku Batak.
Watak keras tampak jelas pada Ompu Monang yang aslinya bernama Daniel Napitulu. Kata-kata kerasnya kerap diungkapkannya di berbagai media masa menyangkut kelestarian lingkungan. Di satu sisi, kehangatan kekerabatan membawa arus positif. Rasa tanggung jawab pada pendidikan dan perawatan seorang anak bisa melebar pada paman-pamannya. “ Itu sisi positif kebudayaan  kami yang harus dipertahankan”. Kata Ompu Monang. Sedangkan sisi negatif kekerabatan Batak Toba menurut Ompu Monang adalah penghaburan uang dari waktu. Dalam sebuah pesta Batak, orang bukan kerabat yang hadir akan sangat kesal menunggu sampai selesainya acara keluarga yang sangat bertele-tele.
Sudah berkali-kali Parbato menyelenggarakan seminar untuk membahas penyelewengan adat Batak Toba semacam itu. Namun hasil seminar masih terbatas pada cetakan hasil seminar saja. Belum ada juga tindakan nyata mengatasi keborosan adat ini. Untuk mengatasi kebuntuan ini, Ompu Monang akhirnya “mengorbankan” diri sendiri. Pada pesta perkawinan anak perempuannya pertengahan Desember mendatang, ia melaksanakannya dengan cara menurut dia efisien namun tidak keluar dari adat Batak Toba.
Akhirnya, masih dengan semangat mengingatkan bahwa gerakan etnis masih perlu, Ompu Monang berkata lagi, “ Itu yang aku bilang. Sebagai Parbato, aku mau supaya organisasi ini tidak cuma ngomong. Perbuatan nyata adalah nasehat terbaik.

Ikhtisar 2
            Daerah pemukiman suku dayak Kenyah dan Mondang yang terletak di wilayah Kecamatan Ancalong,Tenggarong merupakan daerah terisolir. Dulunya daerah ini masih masih hidup dalam bentuk keutuhan kebudayaan dan sistem nilai mereka yang asli. Tetapi setelah kedatangan Belanda yang membawa agama Kristiani,banyak terjadi konflik diantara mereka dan berujung pada perpecahan. Selain masalah keagamaan, kesulitan memperoleh barang kebutuhan baru menjadi penyebab timbulnya konflik. Karena konflik tersebut, ada diantara mereka yang memutuskan untuk meninggalkan daerah asalnya. Inilah awal dari proses pemiskinan yang menggerogoti setiap sisi kehidupan mereka.
            Suku Dayak kenyah dan Mondang saat ini hidup di sepanjang Sungai Kelinjau. Dilihat dari sepintas lalu kehidupan mereka sehari-hari kelihatan berkecukupan. Namun kenyataannya tidak demikian. Arus perekonomian dikuasai oleh para pendatang yang mendirikan warung. Akhirnya, kondisi perekonomianlah yang menjadi salah satu faktor yang paling kuat dalam mengakibatkan kegoncangan dan memojokkan kehidupan orang-orang Dayak. Kondisi ini juga berdampak pada kebudayaan dan kesenian mereka yang terdistorsi. Contohnya, Lamin yang merupakan manifestasi dari tata cara pemerintah dan susunan masyarakat serta merupakan titik sentral dari aktivitas kehidupan mereka dalam ruang penghayatan kebersamaan yang eksistensial, akhirnya tereduksi menjadi bangunan megah yang mati karena setiap keluarga saat ini sudah mempunyai rumah sendiri. Akibat dari proses desentralisasi ini yaitu kesenian menjadi terpisah dari kehidupan sehari-hari mereka. Kondisi ini, tidak dapat dilepaskan dari penanganan dan tanggungjawab pemerintah daerah. Tetapi usaha dari pemerintah ini hanya menjebak mereka ke dalam masalah yang rumit.
            Faktor terjahat yang menggoncangkan kehidupan masyarakat Dayak adalah munculnya penguasa hutan yang mendadak mengunci hutan untuk daerah perladangan yang menjadi sumber kehidupan mereka. Ini membuat mereka pontang-panting berusaha mencari alternatif hidup lain. Menurut suku Dayak, tanggalnya sebuah roda kehidupan yang menggerakkan seluruh sistem nilai mereka, merupakan titik awal dari munculnya khaos. Dari sini jelas bahwa proses pemiskinan yang mereka alami adalah proses pemiskinan nilai secara keseluruhan di tiap sisi kehidupan. Fakta yang dekat dari signifikan masalah ini terlihat jelas pada kehidupan suku Dayak Umak Tau di kampung Tanjung Manis. Kampung ini adalah kampung yang paling miskin dan rawan di seluruh kecamatan. Tetapi, di dalam diri mereka terdapat jiwa gotong royong dan kooperatif. Mereka dan suku Dayak lainnya sangat merindukan cara hidup yang lama.
            Sekarang menjadi jelas bahwa masalah kemiskinan di negeri kita bukan hanya masalah bagaimana manusia dapat dapat hidup layak. Tetapi yang lebih mendasar adalah bagaimana menghormati dan memberi hak hidup mereka di atas nilai kultur tradisi sendiri. Hikmah dan kesadaran akan dimensi nilai ini harus diambil untuk membangun strategi politik bangsa kita. Masalah yang dihadapi oleh suku Dayak ini sebenarnya adalah miniatur masalah yang terjadi di Indonesia. Masuknya sistem nilai kota mendadak membuat mereka sadar bahwa mereka miskin. Reaksi mereka kemudian adalah lekas-lekas menjual harta kebudayaan mereka yang laku kepada orang kota atau menjadi pengemis di hadapan orang-orang asing. Dalam bentuk ekstrimnya melalui turisme ini kita menjual bangsa sendiri yang belum siap sama sekali dihadapkan secara frontal kepada suatu jaringan mekanisme kehidupan modern yang manifestasinya dihadapan mereka hanyalah kelimpahan materi.
Masalah ini membuktikan bahwa masyarakat kita masih berada dalam kondisi yang anarkis, tidak ada yang superior antara satu dengan yang lainnya. Kita yang saat ini berada pada posisi yang aktif dan memiliki otoritas seharusnya dapat mengerem proses tersebut kalau kita menyadari bahayanya. Dan saat ini masalah yang harus kita hadapi adalah bagaimana membawa dan memanfaatkan semua posisi dan kemungkinan untuk kepentingan negara dan masyarakat banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar